induksi kalus

Pendahuluan

Kultur jaringan secara luas dapat didefinisikan sebagai usaha mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak dan meregenerasikan protoplast atau bagian hidup dari sel, sel utuh/agregat sel atau bagian tanaman seperti tunas, meristem, daun muda, batang muda, ujung akar, kepala sari dan bakal buah di dalam suatu media buatan secara aseptik yang terendah untuk tujuan tertentu. Teknik kultur jaringan ini berkembang dengan landasan teori sel yang menerangkan bahwa setiap sel tanaman merupakan unit bebas yang mampu membentuk organisme baru yang sempurna atau sel-sel tanaman yang mempunyai sifat totipotensi (Parera 1997).

Perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan dilaksanakan di dalam suatu laboratorium yang aseptik dengan peralatan seperti pada laboratorium Mikrobiologi. Kita juga dapat memakai peralatan sederhana seperti almari penabur buatan sendiri ataupun dengan peralatan laboratorium kultur jaringan khusus yang lebih canggih seperti laminar air flow cabinet (Daisy 1994).

Teknik kultur jaringan dilakukan dengan menanam irisan jaringan tanaman yan disebut eksplan secara aseptik pada medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. Sel pada permukaan irisan akan megalami proliferasi dan membentuk kalus. Jika kalus dipindahkan ke dalam medium diferensiasi yang cocok, akan terbentuk jaringan yang kecil dan lengkap yang disebut dengan planlet. Dari irisan jaringan tanaman yang kecil akan diperoleh planlet dalam jumlah besar (Daisy 1994).

Efektivitas penggunaan teknik kultur jaringan dalam melakukan eksploitasi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro tergantung dari tersedianya metode baku yang efesien untuk menginduksi terbentuknya kalus serta dapat meregenerasikannya menjadi tanaman lengkap (planlet). Kalus adalah suatu jaringan yang bersifat meristematis akibat timbulnya luka dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi (Suryowinoto 1996). Regenerasi tunas dari eksplan kalus merupakan proses yang kompleks, karena dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor genotipe, tipe eksplan dan keseimbangan zat pengatur tumbuh. Kinetin yang berimbang dengan auksin dapat menyebabkan pertumbuhan kalus (Fitrianti 2006).

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman yaitu pemilihan jenis eksplan, genotipe dan suplemen media yang digunakan, tipe dan kuantitas zat pengatur tumbuh. Komposisi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas (Abidin 1985).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan kultur jaringan yaitu bahan sterilisasinya, kandungan unsur kimia dalam media, hormon yang digunakan, substansi organik yang ditambahkan dan terang atau gelapnya saat inkubasi. Dari sekian banyak permasalahan yang harus diteliti dan diperhatikan adalah komposisi media tumbuh pada kultur jaringan karena sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Daisy 1994).

Teknik aseptik merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam kutur jaringan. Keaseptikan harus dijaga dalam proses pengkulturan, selain itu juga termasuk sterilisasi bahan tanaman (eksplan). Pada tahap ini dilakukan berbagai perlakuan untuk membersihkan kotoran yang ada di permukaan bahan tanaman (disinfestasi) (Prawitasari 2005). Selain itu, zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tanaman.

 

Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D dalam pembentukan kalus padi IR-64.

 

Alat dan bahan

Bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah larutan Bayclin 20%, aquades, twen 80, dan embrio padi. Alat yang digunakan seperangka alat diseksi, laminar air flow cabinet, bunsen, plastik, dan karet.

Pembahasan

Kalus merupakan jaringan yang tumbuh dari proliferasi sel-sel yang belum terorganisasi dari suatu kelompok sel tanaman yang belum terdiferensiasi. Laju pembentukan kalus dari jaringan eksplant yang ditempatkan medium tanam sangat beragam. Sumber eksplant seringkali menentukan. Bibit yang steril juga berperan dalam menghasilkan jaringan yang paling cocok. Produksi kalus yang mempunyai struktur embriogenik dan mampu diregenerasikan merupakan faktor penting dalam kultur jaringan, khususnya dalam transformasi, induksi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro (Gray 2000).

Keberhasilan regenerasi tunas dari kalus selain dipengaruhi oleh media kultur dan genotipe tanaman, kondisi fisiologi eksplan juga menjadi faktor penentu. Dari berbagai sumber eksplan yang digunakan, embrio zigotik merupakan eksplan yang terbaik karena memiliki daya totipotensi atau kemampuan regenerasi tertinggi di antara sumber eksplan lainnya (Maggioni et al. l989). Kalus yang baru terbentuk berpeluang menghasilkan tunas lebih tinggi dibandingkan kalus yang telah disubkultur berkali-kali atau mengalami periode kultur yang panjang, dan telah mengalami perlakuan radiasi atau seleksi, karena kalus yang baru terbentuk, kandungan poliamin atau senyawa yang berperan dalam sistem regenerasi masih tinggi (Chiatante et al. 1998). Dalam memacu pembentukan tunas biasanya dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin.

Hasil dari induksi pembentukkan kalus tanaman padi kurang memuaskan. Eksplant padi yang ditanam tidak ada yang sempat menghasilkan kalus. Hampir semua kultur tanaman padi juga mengalami kontaminasi bakteri dan cendawan. Hal ini disebabkan proses sterilisasi benih padi yang tidak baik, banyaknya praktikan yang masuk ke ruang kultur sehingga terjadi kontaminasi.

 

Simpulan

Zat pengatur tumbuh 2,4-D dapat menginduksi terbentuknya kalus pada embrio padi yang dikulturkan secara in-vitro. Kalus tersebut kemudian dapat tumbuh membentuk tunas padi. Namun kultur kalus benih padi IR-64 tidak berhasil karena kontaminasi cendawan dan bakteri akibat tidak sterilnya kerja praktikan.

Leave a comment